Friday, September 16, 2016

MENGUBAH KARAKTER GENERASI MUDA = MENGUBAH BANGSA INI

Oleh : Mukhtar Ansori Attijani
(Penulis : Ketua Umum PKC PMII Provinsi Banten Masa Khidmat 2015-2017)

KRISIS KARAKTER BANGSA
Mungkin banyak dari kita yang bertanya, apa yang salah dengan bangsa ini? Mengapa bangsa ini mengalami krisis yang berkepanjangan?Apa sumber daya manusia bangsa kita kurang?Apa karena sistem di bangsa ini kalah dibandingkan negara lain? Tentu tidak. Pancasila, UUD 1945 serta berbagai peraturan lain sebagai pedoman negara kita tidaklah kalah jika dibandingkan negara lain. Negeri kita sangat kaya dengan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia negeri kita pun juga tidak kalahfi dengan negara lain. Ini bisa kita lihat dari banyaknya orang pintar di Indonesia, banyaknya kaum cendekiawan yang ada di negara kita, dan ada banyak peneliti peneliti serta pemenang lomba sains yang berasal dari Indonesia.
Tapi, faktanya sungguh berlawanan. Berapa banyak ada orang pintar di Negara kita, tapi apakah sumbangan yang diberikan pada negara? Malah mereka pergi dan mengembangkan dirinya di negara lain yang dianggap lebih potensial. Berapa banyak kaum cendekiawan yang seharusnya memberikan sumbangsih bagi negara, ternyata malah menggerogoti fungsi fungsi kenegaraan? Berapa banyak orang pintar yang seharusnya memakai kepintarannya untuk kemajuan bangsa, ternyata malah untuk merusak bangsa, seperti para teroris? Berapa banyak para pemimpin yang seharusnya menjadi teladan, malah melakukan hal hal yang tidak sepantasnya dilakukan seperti korupsi.
Rupanya bukan hanya para pemimpin dan kaum cendekiawan saja yang bertindak tidak benar. Rakyat pun juga ikut serta. Korupsi kecil kecilan mulai dilakukan. Tidak jarang kita lihat para karyawan meminta nota kosong saat berbelanja sesuatu, supaya nantinya bisa mereka isi dengan jumlah yang lebih tinggi. Berapa banyak dosen yang korupsi jam mengajar. Banyak mahasiswa yang kerjanya hanya bersenang senang, bolos kuliah, dan hanya bisa mencontek saat ujian. Moralisme dan keadilan semakin merosot. Jadi,bukan sistemnya yang patut disalahkan, tapi para pelaku sistem itu. Jika kita melihat lagi semua krisis yang ada pada bangsa ini, semuanya disebabkan karena adanya ’Krisis Karakter’. Krisis karakter merupakan permasalahan utama bangsa ini.

Krisis Karakter adalah Penghambat Bagi Kemajuan Bangsa
Seringkali kita salah kaprah dengan mengatakan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang mempunyai karakter tidak baik. Mengapa sampai ada pernyataan demikian? Apakah suatu karakter yang tidak baik merupakan bagian dari budaya bangsa kita? Sesungguhnya bukanlah demikian. Budaya pada hakekatnya merupakan kumpulan nilai, norma, aturan, maupun tata cara yang menjadi acuan hidup berbangsa dan bermasyarakat. Bukankah justru sebaliknya, bahwa di dalam budaya Indonesia suatu karakter yang tidak baik dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral, yang mengubur nilai budaya itu sendiri?
Sejak kapan suatu karakter yang tidak baik menjadi budaya bangsa kita? Kalau itu terjawab sungguh sebuah ironi, bukan? Tak pelak, memang legitimasi itu seakan lahir dari kepribadian bangsa. Padahal legitimasi itu lahir dari sikap permisif manusia Indonesia akan ketidakbaikan yang ada. Mereka menganggap sepele segala bentuk kecurangan dan ketidakbaikan yang ada, yang jika dibiarkan akan menghambat kemajuan bangsa.
Padahal sesungguhnya karakter yang baik sangat penting bagi keberhasilan suatu negara. Karakter positif tiap warga negara akan menjadikan negara itu sebagai negara yang maju dan berdaya saing, sebaliknya karakter yang negatif akan melemahkan eksistensi suatu negara. Presiden Amerika Serikat ke-32, Franklin Delano Roosevelt bahkan pernah menyatakan bahwa karakter bangsa sama pentingnya dengan sumber daya fisik yang dimiliki bangsa itu, untuk mencapai kemajuan bangsanya.
Jika krisis karakter bangsa Indonesia tidak segera dibenahi, maka tujuan pembangunan Indonesia dikhawatirkan tidak tercapai. Jika tujuan pembangunan tidak tercapai, maka kemajuan bangsa akan terhambat. Oleh karena itu, keberhasilan atau kegagalan sebuah bangsa menjadi sangat bergantung pada upaya pembangunan karakter warga bangsanya.

Pembentukan Karakter Dimulai dari Sejak Dini
Ketika saya menjadi Presiden Mahasiswa, di pekarangan Kantor BEM saya terdapat sebatang pohon yang bengkok. Segala daya upaya yang pernah saya lakukan untuk meluruskan batang pohon tersebut sudah tak ada gunanya lagi. Apa daya, pohon itu telah tumbuh menjadi batang yang keras. Seandainya kami melakukan usaha pelurusan pohon tersebut tiga tahun lalu saat masih berupa pohon kecil, tentulah pohon tersebut kini sudah menjadi lebih lurus.
Dari pohon tadi, saya merenungkan mengenai usaha untuk mengubah karakter bangsa saat ini. Saya melihat bahwa kebanyakan usaha yang dilakukan dalam memberantas kejahatan dan ketidakadilan seperti batang pohon yang bengkok. Pemberantasan banyak dilakukan saat seorang sudah menjadi pejabat atau menjadi orang yang besar. Saat seseorang tersebut telah mempunyai suatu idealisme yang terbentuk sejak kecil. Tentulah upaya itu sama seperti meluruskan batang yang telah keras atau menjadi pohon. Upaya itu sudah sedikit terlambat mengingat idealime yang ada dalam diri orang itu telah mengakar dengan kuat. Orang lebih sulit diajari jika sudah dewasa, karena merasa lebih pintar dan benar dari yang lainnya.
Karena itu, karakter yang tidak baik perlu dilihat sebagai batang pohon yang bengkok. Jika pohon ini mau diluruskan, haruslah sejak dini, sejak pohon ini masih memiliki batang yang tidak terlalu keras, yang dapat berubah batangnya. Pohon yang kalau diibaratkan sebagai manusia merupakan manusia yang masih mencari atau membentuk idealisme dalam dirinya. Sekolahlah salah satu tempat yang sesuai untuk meluruskan hal tersebut. Coba kita bayangkan, seorang yang menjadi pejabat atau orang yang besar itu berada di sekolah minimal selama dua belas tahun (sampai selesai SMA). Masa itu belum ditambah dengan perguruan tinggi yang tidak tahu seberapa tinggi diduduki. Jika ada urusan dengan krisis karakter yang begitu hebohnya muncul di Indonesia, sekolah perlu juga dilihat lagi. Jangan jangan sekolah yang harusnya menjadi tempat memperoleh pendidikan malah menjadi tempat penumbuhan berbagai macam karakter yang tidak baik.
Kenapa sekolah jadi yang patut untuk dicurigai? Coba lihat beberapa metode yang diterapkan oleh sekolah di Indonesia dalam mendidik siswanya. Pertama, fokus kepada nilai yang terlalu besar. Sekolah saat ini hanya mengajarkan pengetahuan saja. Jarang ada sekolah yang mengajarkan tentang kecakapan hidup(life skill) dan karakter. Nilai merupakan sebuah alat ukur yang dipakai sekolah dalam menilai penguasaan murid terhadap materi pelajaran yang diberikan. Memang tidak sepenuhnya salah jika nilai dijadikan sebagai tolak ukur. Namun jika menilik lebih dalam sistem yang telah dibuat, nilai tersebut membuat para siswa melupakan tujuan utama dari sekolah yaitu menimba ilmu sebanyak mungkin. Mental dan jiwa anak muda menjadi lemah, karena mental dan jiwa mereka kurang terbangun di sekolah.
Nilai yang dituntut oleh sekolah itu cenderung membuat siswa menggangap nilai segalanya dalam sekolah. Nilai yang tinggi dapat membuat para siswa memperoleh penilaian lebih terhadap dirinya sendiri dari lingkungan. Penghargaan terhadap nilai yang tinggi juga membuat antar siswa saling bersaing untuk memperoleh nilai. Para siswa tersebut pun mulai melakukan segala usaha untuk memperoleh nilai yang tinggi. Upaya yang dirasa tidak cukup mencapai target tersebut pun mendorong siswa mencari cara lain. Muncullah peristiwa seperti menyontek, kerja sama saat ujian, menyuap guru, dan kecurangan lainnya untuk mencapai nilai yang didambakan.
Upaya curang ini dapat menanamkan benih karakter tidak baik kepada para siswa yaitu korupsi. Para siswa akan berpikir bahwa mereka bisa mendapatkan nilai yang tinggi tanpa perlu bekerja keras. Mental instan ini akan menjadi sesuatu benih yang tertanam dalam pemikiran. Benih yang mungkin akan tumbuh subur jikalau menghadapi kondisi yang sama jika sudah dewasa. Tentu saja kondisi yang sama ini masih ada. Dunia kerja masih mengenal dan mengutamakan nilai. Nilai tersebut bisa dalam bentuk uang, posisi, kehormatan. Pada saat bekerja nanti, benih ini bisa tumbuh subur. Sepertinya mereka tidak perlu lagi kompromi pada hal-hal tersebut. Toh, mereka bisa berdiri di tempat kerja mereka saat ini juga dengan melakukan korupsi dini terlebih dahulu. Mereka pun akan melakukan cara yang sama kalau bisa menumpuk kekayaan dengan cara curang yang pernah dicobanya saat sekolah. Jabatan yang tinggi pun bisa diperoleh dengan cara tersebut. Karakter tidak baik lainnya pun akan muncul seperti menjadi orang yang kurang mau berusaha, kurang bertanggung jawab, dan banyak lagi karakter tidak baik yang mengikuti, hanya karena korupsi. Ini sesuai prinsip bahwa setiap kejahatan akan melahirkan kejahatan lainnya.
Karena itu, berharap jika dibenahi sejak dini, krisis karakter yang ada dapat berkurang bahkan musnah di kemudian hari di Indonesia. Karena, jika tidak ada yang menanamkan benih karakter yang tidak baik, darimana karakter yang tidak baik tersebut dapat muncul. Biarlah kejadian seperti pohon yang terlambat dilakukan upaya pelurusannya tidak terjadi Karena Indonesia telah melakukan usaha yang maksimal untuk mengubah karakter bangsa, yaitu dengan mengubah karakter generasi mudanya

Solusi Untuk Mengubah Karakter Generasi Muda
Melihat dari realita generasi muda saat ini, kita akan bertanya, Mengapa? Apa yang terjadi? Ini karena kurangnya penanaman karakter dan nilai nilai keagamaan pada diri pemuda sejak usia dini. Jika kita melihat pembangunan saat ini, hampir kebanyakan lebih difokuskan ke arah fisik, yaitu bidang ekonomi dan teknologi. Jarang kita melihat ada pembangunan yang difokuskan ke arah pembangunan karakter. Padahal Pembangunan karakter adalah hal terpenting dalam suatu bangsa, sama penting dengan pembangunan lainnya
Salah satu cara untuk membangun karakter adalah melalui pendidikan-Pendidikan yang ada, baik itu pendidikan di keluarga, masyarakat atau pendidikan formal di sekolah harus menanamkan nilai nilai untuk pembentukan karakter. Tentunya mata pelajaran kepribadian sebagai pembentukan karakter harus digalakkan lagi. Karena selama ini, mata pelajaran tersebut hanya digunakan sebagai pelengkap kurikulum saja. Tetapi Mata Pelajaran Pengembang Kepribadian (MPK) yang selama ini diajarkan, hanya berhenti pada masalah penyampaian teoritis saja. MPK kurang memberikan bentuk pembelajaran secara konkret pada kaum muda di sekolah. Kaum muda yang mampu lulus dengan nilai tinggi dalam MPK ini, seringkali tetap mengalami kesulitan membangun suatu sikap dan kepribadian yang baik setelah hidup langsung di masyarakat. Hal ini tentu ironis sekali. Apa yang dapat dikatakan dari kejadian ini? Kemungkinan besar, kaum muda yang mengalami hal ini memang mampu menghafal teori-teori kepribadian yang diajarkan, tetapi mereka kesulitan berefleksi dan menerapkannya di dalam masyarakat, karena kurang terlatih.
Akibatnya, semua sikap dan perbuatan baik yang seharusnya dilakukan di masyarakat hanya bersifat coba-coba saja, tidak memiliki pegangan yang pasti; artinya jika tidak ada reaksi buruk dari masyarakat, berarti tindakan mereka baik, sedangkan jika ada protes, berarti buruk. Standar semacam ini tidak begitu valid, karena tergantung pada tahu-tidaknya masyarakat akan sikap-perbuatan yang dilakukan kaum muda; artinya hanya jika sikap perbuatan kaum muda sudah diketahui, baru bisa dinilai baik-buruknya dan dibenahi, bagaimana jika belum diketahui? Keraguan-keraguan dan salah pengertian tentang kebaikan inilah penyebab dasar terjadinya segala tindakan kurang bermoral di masyarakat, termasuk kejahatan karakter.
Karena itu, melihat situasi yang ada saat ini, pendidikan saja tidak cukup. Perlu diadakan suatu pembinaan rohani (mentoring). Ada banyak hal yang harus ditanamkan termasuk moral dan nilai nilai agama, karena dengan diperkenalkan pada agama, maka moral mereka akan terbentuk menjadi pemuda yang agamis. Peran agama tidak dapat diremehkan, karena dengan agama manusia bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, serta dengan agama pula, kita bisa tahu tentang cara hidup yang benar. Dengan agama pula, seseorang dapat menjadi lebih berintegritas, dan menjadi teladan, yang perilakunya sesuai dengan perkataannya. Akan lebih bagus jika pembinaan rohani ini dilakukan sejak dini. Misalnya dengan mengadakan pondok pesantren bagi umat Islam dan kamp rohani bagi umat nasrani. Tentunya dengan terlebih dahulu membina orang orang yang berbakat, yang selanjutnya diterjunkan ke sekolah sekolah atau kampus kampus untuk menjadi mentor. Selanjutnya anak didik (mentee) yang telah dibina ini dipersiapkan untuk juga menjadi mentor. Jadi telah terjadi regenerasi dan ada kesinambungan dalam pembinaan rohani
Pembangunan karakter tidak mungkin hanya bergantung pada diri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh lingkungan. Karena itu, marilah kita masing masing memberdayakan pendidikan karakter dan pembinaan agama untuk mengubah generasi muda. Karena dengan demikian berarti kita telah berjuang untuk mengubah bangsa ini.

No comments:

Post a Comment