Friday, August 4, 2017

Radikalisme Menghajar Generasi Muda

Oleh : Asep Najmutsakib

SEBAGAI negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar didunia, Indonesia mengemban amanah legitimasi yang kuat dalam upaya menginisiasi perdamaian. Indonesia memiliki wawasan Islam Nusantara yang mengedepankan harmoni sosial dengan untuk secara pro aktif terus menerus dalam mendialogkan narasi – narasi  ajaran keagamaan yang ramah, mengedepankan nilai – nilai humanis dan toleran, melindungi minoritas dalam konteks yang terjadi di lingkungan sosial dan budayanya.

Islam sudah masuk ke Indonesia sudah sejak abad ke-7 masehi. Menurut Wheatly dalam the golden, yang paling awal membawa seruan Islam ke Nusantara adalah para saudagar Arab, yang sudah membangun jalur perhubungan dagang dengan Nusantara jauh sebelum Islam datang. Dalam buku Atlas Walisongo, Agus Sunyoto menerangkan ada rentang waktu sekitar delapan abad sejak kedatangan awal Islam. Agama Islam di anut oleh penduduk pribumi Nusantara. Baru pada pertengahan abad ke 15 yaitu era dakwah Islam yang dipelopori oleh tokoh sufi yang dikenal dengan sebut walisongo, para tokoh yang memiliki berbagai karomah adikodrati. Islam diterima dengan cepat ke dalam asimilasi dan sinkretisme nusantara.

Animisme dan dinamisme merupakan kebudayaan yang lahir dari kepercayaan terhadap arwah atau benda – benda yang di anggap sakti, kebudayaan purba yang berhasil diislamkan. Bukti asimilasi lainnya dalam upaya mengislamkan anasir hindu adalah mengubah dan sekaligus menyesuaikan epos ramayana dan mahabrata yang begitu di sukai masyarakat pada waktu itu dengan ajaran islam. Dalam prosesnya “De-dewanisasi” menjadi “Humanisasi” demi tumbuhnya ketauhidan. Alur cerita lambat laut dirubah dengan nilai – nilai keislaman, ditandai dengan munculnya kelemahan dan kekurangan para dewa – dewa. Sejarah telah mengisahkan proses Islamisasi di Nusantara tidak dilakukan dengan peperangan, kekerasaan, atau menghilangkan adat lokalitas (kebudayaan) seperti yang terjadi dalam proses penaklukan Andalusia.

Multikulturalisme sudah menjadi identitas bangsa. Masyarakat hidup rukun dengan berbagai perbedaan kebudayaan dan iman. Saat ini multikulturalisme sedang di uji. Keberagamaan mulai dipertentangkan. Meningkatnya kejadian aksi teror dan perilaku radikal atas nama agama telah menciderai khazanah multikulturalisme bangsa ini. Pancasila sebagai faham pemersatu mulai diperdebatkan, UUD 45’ di anggap tak relevan, NKRI mulai dikuliti hingga Bhineka Tunggal Ika di singkirkan perlahan. menjadi hal anomali tersendiri karena banyak yang prilaku “bantahan” berasal dari kaum terdidik “Intelektual”. Kampus yang selama ini menjadi tempai persemaian insan yang berpandangan kritis, terbuka dan intelek ternyata tak bisa membendung radikalisme. Radikalisme berhasil menembus dinding pagar nasionalisme para mahasiswa. dari masa ke masa lingkungan kampus hampir selalu ada kelompok radikal baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Itu kah pemaknaan kebebasan yang relevan hari ini?

Milyaran anggaran pemerintah di gelontorkan untuk penumpasan faham dan tindak radikal. Kampus – kampus negeri amupun swasta berbenah dari mulai “Perangkat Lunak maupun “Perangkat Kasar” demi kualitas perbaikan sumberdaya manusia. Puluhan, ratusan, bahkan ribuan anak bangsa di biayai untuk menentut ilmu di luar negri, dengan biaya yang sangatlah tidak kecil berlangsung dari tahun ke tahun. Berhasil kah? gagalkah? yang bisa kita saksikan di berbagai media online atau pun cetak, TV swasta atau radio selalu terlihat dan terdengar tindakan teror atas nama agama menjadi trending topic.

Banyak organisasi kemahasiswaan bernafaskan Islam telah lahir di negara ini, yang terus konsisten merawat tradisi nilai – nilai keislaman khas Indonesia. yang tak bisa dipandang sebelah mata. Sering disebut dengan organisasi ekstra kampus. Tanpa biaya dari pemerintah tapi selalu tumbuh subur, mengisi kemederdekaan sesuai cita cita bangsa. Yang setiap kaderisasi menekankan bahwa Pancasila sudah final, Multikulturalisme merupakan identitas bangsa yang harus di jaga. Paradoks, saat niatan baik tak selalu menghasilkan respon yang baik pula. Aktifitasnya dipersempit, banyak kampus yang “melarang” aktifitas karena di anggap “mengganggu”. Berbanding lurus dengan meraka yang seakan terfasilitasi dengan jaringan transnasionalnya. Aktifitas organisasi ekstra di krangkeng, mahasiswa disubukan dengan tugas – tugas yang menjadikannya cenderung terlalu naif, polos karena tak terbiasa berfikir analitis serta kritis.

Maaf kami yang Muda, Gus ..

Hari Lahir Gus Dur (04 Agustus)

* Penulis adalah pengurus PKC PMII Banten

Friday, September 30, 2016

Memaknai Arti Kepemimpinan

Oleh : Mukhtar Anshori Attijani

Seberapa sering Anda mendengar bahwa seseorang adalah pemimpin lahir? Tapi apakah para pemimpin benar-benar 'lahir' atau keterampilan kepemimpinan yang diperoleh?

APA ITU KEPEMIMPINAN?
Kepemimpinan lebih dari sekedar menetapkan tujuan atau tugas. Kepemimpinan adalah mendefinisikan visi dan menginspirasi orang lain untuk mencapainya. Pemimpin dalam peran kepemimpinan sangat baik untuk mendefinisikan tujuan dan mengarahkan sebuah kelompok untuk mencapai tujuan dengan cara yang kohesif. Seorang pemimpin yang baik menunjukkan jalan dan memupuk lingkungan di mana semua anggota kelompok merasa terlibat dalam kegiatan.
Seorang pemimpin idealnya memiliki kemampuan fantastis untuk membentuk hubungan emosional yang kuat, agar yang dipimpin menjadi empati dan mendukung. Sementara ini adalah sifat-sifat indah pemimpin dalam posisi kepemimpinan yang harus berhati-hati untuk tidak mengaburkan batas-batas.

APA YANG MEMBUAT SEORANG PEMIMPIN YANG BAIK?
Ada beberapa ciri kepribadian umum bahwa pemimpin dalam peran kepemimpinan menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
JADILAH PENDENGAR YANG BAIK
Seorang pemimpin perlu menentukan arah, tetapi pemimpin yang baik juga mendengarkan masukan dari orang lain. Dengan menjaga pikiran yang terbuka dan mendengarkan ide-ide, cara-cara baru untuk mencapai tujuan dapat ditemukan. Pemimpin yang baik membuat semua orang yakin dalam kelompok merasa didengarkan dan memiliki kesempatan untuk berkontribusi.

JADILAH FOKUS DAN TERMOTIVASI
Seorang pemimpin yang baik adalah antusias dan fokus pada tugas, tetapi juga tentang peran mereka sebagai pemimpin. Orang merespons semangat dan energi positif, dan seorang pemimpin yang baik membuat tim termotivasi memimpin dengan contoh.

TERSEDIA
Salah satu sifat pemimpin dan kepemimpinan yang sering muncul adalah 'tersedia'. Sifat ini biasanya lebih cenderung dimiliki oleh wanita, wanita sering lebih empatik dari pria, dan dengan demikian lebih 'tersedia' kepada anggota tim mereka. Anggota tim perlu merasa bahwa mereka bisa mendekati pemimpin mereka dan berbicara dengan bebas. Sama pentingnya adalah untuk menjaga seluruh tim yang terlibat, dengan menjadwalkan pertemuan tim dimana kemajuan dapat didiskusikan, dan masalah dapat ditingkatkan.

JADILAH MENENTUKAN
Tidak peduli seberapa baik seorang pendengar atau negosiator, ada saat-saat kompromi tidak tercapai. Seorang pemimpin dalam posisi kepemimpinan harus tegas dan mampu membuat 'akhir' keputusan. Dalam beberapa keadaan tidak mungkin untuk memuaskan semua orang, dan beberapa anggota tim akan tidak setuju. Pemimpin harus cukup kuat untuk membuat keputusan dan mengikutinya.

YAKIN
Berikut dari titik terakhir, kepemimpinan sering melibatkan membuat 'keputusan-keputusan sulit. Seorang pemimpin yang baik adalah percaya diri dan tidak terombang-ambing. Seorang pemimpin yang menggambarkan kepercayaan dan keyakinan diri akan menginspirasi kualitas-kualitas dalam diri orang lain, dan membawa keluar yang terbaik.

JADILAH STRATEGIS
Seorang pemimpin yang baik dapat menjaga pikiran mereka pada 'gambaran besar' dan menjaga agenda kegiatan bergerak maju. Namun juga penting untuk dapat memecah kegiatan menjadi bagian-bagian sub untuk analisis lebih dekat dan menetapkan tonggak sambil tetap seluruh kegiatan dalam pandangan.

JADILAH TOLERAN
Pada setiap kegiatan biasanya ada masalah timbul, penyelesaianpun harus segera dilakukan agar kondisi tetap stabil. Seorang pemimpin yang baik tetap kepala dingin dan memahami ini semua bagian dari perjalanan. Selama masa ketidakpastian, orang melihat ke pemimpin untuk meyakinkan, dan akan menemukan keamanan dan kepercayaan diri ketika pemimpin tetap tenang, disusun dan difokuskan.

BERTANGGUNG JAWAB
Sebagai orang dalam peran kepemimpinan, tanggung jawab berhenti dengan diri sendiri. Jadi bila ada yang salah, bertanggung jawab - bukan menyalahkan! Mengambil tanggung jawab adalah tentang menilai situasi, mencari di mana masalah terjadi dan mengambil langkah untuk mengatasi masalah tersebut dan memastikan tidak terjadi lagi.

Friday, September 16, 2016

MENGUBAH KARAKTER GENERASI MUDA = MENGUBAH BANGSA INI

Oleh : Mukhtar Ansori Attijani
(Penulis : Ketua Umum PKC PMII Provinsi Banten Masa Khidmat 2015-2017)

KRISIS KARAKTER BANGSA
Mungkin banyak dari kita yang bertanya, apa yang salah dengan bangsa ini? Mengapa bangsa ini mengalami krisis yang berkepanjangan?Apa sumber daya manusia bangsa kita kurang?Apa karena sistem di bangsa ini kalah dibandingkan negara lain? Tentu tidak. Pancasila, UUD 1945 serta berbagai peraturan lain sebagai pedoman negara kita tidaklah kalah jika dibandingkan negara lain. Negeri kita sangat kaya dengan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia negeri kita pun juga tidak kalahfi dengan negara lain. Ini bisa kita lihat dari banyaknya orang pintar di Indonesia, banyaknya kaum cendekiawan yang ada di negara kita, dan ada banyak peneliti peneliti serta pemenang lomba sains yang berasal dari Indonesia.
Tapi, faktanya sungguh berlawanan. Berapa banyak ada orang pintar di Negara kita, tapi apakah sumbangan yang diberikan pada negara? Malah mereka pergi dan mengembangkan dirinya di negara lain yang dianggap lebih potensial. Berapa banyak kaum cendekiawan yang seharusnya memberikan sumbangsih bagi negara, ternyata malah menggerogoti fungsi fungsi kenegaraan? Berapa banyak orang pintar yang seharusnya memakai kepintarannya untuk kemajuan bangsa, ternyata malah untuk merusak bangsa, seperti para teroris? Berapa banyak para pemimpin yang seharusnya menjadi teladan, malah melakukan hal hal yang tidak sepantasnya dilakukan seperti korupsi.
Rupanya bukan hanya para pemimpin dan kaum cendekiawan saja yang bertindak tidak benar. Rakyat pun juga ikut serta. Korupsi kecil kecilan mulai dilakukan. Tidak jarang kita lihat para karyawan meminta nota kosong saat berbelanja sesuatu, supaya nantinya bisa mereka isi dengan jumlah yang lebih tinggi. Berapa banyak dosen yang korupsi jam mengajar. Banyak mahasiswa yang kerjanya hanya bersenang senang, bolos kuliah, dan hanya bisa mencontek saat ujian. Moralisme dan keadilan semakin merosot. Jadi,bukan sistemnya yang patut disalahkan, tapi para pelaku sistem itu. Jika kita melihat lagi semua krisis yang ada pada bangsa ini, semuanya disebabkan karena adanya ’Krisis Karakter’. Krisis karakter merupakan permasalahan utama bangsa ini.

Krisis Karakter adalah Penghambat Bagi Kemajuan Bangsa
Seringkali kita salah kaprah dengan mengatakan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang mempunyai karakter tidak baik. Mengapa sampai ada pernyataan demikian? Apakah suatu karakter yang tidak baik merupakan bagian dari budaya bangsa kita? Sesungguhnya bukanlah demikian. Budaya pada hakekatnya merupakan kumpulan nilai, norma, aturan, maupun tata cara yang menjadi acuan hidup berbangsa dan bermasyarakat. Bukankah justru sebaliknya, bahwa di dalam budaya Indonesia suatu karakter yang tidak baik dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral, yang mengubur nilai budaya itu sendiri?
Sejak kapan suatu karakter yang tidak baik menjadi budaya bangsa kita? Kalau itu terjawab sungguh sebuah ironi, bukan? Tak pelak, memang legitimasi itu seakan lahir dari kepribadian bangsa. Padahal legitimasi itu lahir dari sikap permisif manusia Indonesia akan ketidakbaikan yang ada. Mereka menganggap sepele segala bentuk kecurangan dan ketidakbaikan yang ada, yang jika dibiarkan akan menghambat kemajuan bangsa.
Padahal sesungguhnya karakter yang baik sangat penting bagi keberhasilan suatu negara. Karakter positif tiap warga negara akan menjadikan negara itu sebagai negara yang maju dan berdaya saing, sebaliknya karakter yang negatif akan melemahkan eksistensi suatu negara. Presiden Amerika Serikat ke-32, Franklin Delano Roosevelt bahkan pernah menyatakan bahwa karakter bangsa sama pentingnya dengan sumber daya fisik yang dimiliki bangsa itu, untuk mencapai kemajuan bangsanya.
Jika krisis karakter bangsa Indonesia tidak segera dibenahi, maka tujuan pembangunan Indonesia dikhawatirkan tidak tercapai. Jika tujuan pembangunan tidak tercapai, maka kemajuan bangsa akan terhambat. Oleh karena itu, keberhasilan atau kegagalan sebuah bangsa menjadi sangat bergantung pada upaya pembangunan karakter warga bangsanya.

Pembentukan Karakter Dimulai dari Sejak Dini
Ketika saya menjadi Presiden Mahasiswa, di pekarangan Kantor BEM saya terdapat sebatang pohon yang bengkok. Segala daya upaya yang pernah saya lakukan untuk meluruskan batang pohon tersebut sudah tak ada gunanya lagi. Apa daya, pohon itu telah tumbuh menjadi batang yang keras. Seandainya kami melakukan usaha pelurusan pohon tersebut tiga tahun lalu saat masih berupa pohon kecil, tentulah pohon tersebut kini sudah menjadi lebih lurus.
Dari pohon tadi, saya merenungkan mengenai usaha untuk mengubah karakter bangsa saat ini. Saya melihat bahwa kebanyakan usaha yang dilakukan dalam memberantas kejahatan dan ketidakadilan seperti batang pohon yang bengkok. Pemberantasan banyak dilakukan saat seorang sudah menjadi pejabat atau menjadi orang yang besar. Saat seseorang tersebut telah mempunyai suatu idealisme yang terbentuk sejak kecil. Tentulah upaya itu sama seperti meluruskan batang yang telah keras atau menjadi pohon. Upaya itu sudah sedikit terlambat mengingat idealime yang ada dalam diri orang itu telah mengakar dengan kuat. Orang lebih sulit diajari jika sudah dewasa, karena merasa lebih pintar dan benar dari yang lainnya.
Karena itu, karakter yang tidak baik perlu dilihat sebagai batang pohon yang bengkok. Jika pohon ini mau diluruskan, haruslah sejak dini, sejak pohon ini masih memiliki batang yang tidak terlalu keras, yang dapat berubah batangnya. Pohon yang kalau diibaratkan sebagai manusia merupakan manusia yang masih mencari atau membentuk idealisme dalam dirinya. Sekolahlah salah satu tempat yang sesuai untuk meluruskan hal tersebut. Coba kita bayangkan, seorang yang menjadi pejabat atau orang yang besar itu berada di sekolah minimal selama dua belas tahun (sampai selesai SMA). Masa itu belum ditambah dengan perguruan tinggi yang tidak tahu seberapa tinggi diduduki. Jika ada urusan dengan krisis karakter yang begitu hebohnya muncul di Indonesia, sekolah perlu juga dilihat lagi. Jangan jangan sekolah yang harusnya menjadi tempat memperoleh pendidikan malah menjadi tempat penumbuhan berbagai macam karakter yang tidak baik.
Kenapa sekolah jadi yang patut untuk dicurigai? Coba lihat beberapa metode yang diterapkan oleh sekolah di Indonesia dalam mendidik siswanya. Pertama, fokus kepada nilai yang terlalu besar. Sekolah saat ini hanya mengajarkan pengetahuan saja. Jarang ada sekolah yang mengajarkan tentang kecakapan hidup(life skill) dan karakter. Nilai merupakan sebuah alat ukur yang dipakai sekolah dalam menilai penguasaan murid terhadap materi pelajaran yang diberikan. Memang tidak sepenuhnya salah jika nilai dijadikan sebagai tolak ukur. Namun jika menilik lebih dalam sistem yang telah dibuat, nilai tersebut membuat para siswa melupakan tujuan utama dari sekolah yaitu menimba ilmu sebanyak mungkin. Mental dan jiwa anak muda menjadi lemah, karena mental dan jiwa mereka kurang terbangun di sekolah.
Nilai yang dituntut oleh sekolah itu cenderung membuat siswa menggangap nilai segalanya dalam sekolah. Nilai yang tinggi dapat membuat para siswa memperoleh penilaian lebih terhadap dirinya sendiri dari lingkungan. Penghargaan terhadap nilai yang tinggi juga membuat antar siswa saling bersaing untuk memperoleh nilai. Para siswa tersebut pun mulai melakukan segala usaha untuk memperoleh nilai yang tinggi. Upaya yang dirasa tidak cukup mencapai target tersebut pun mendorong siswa mencari cara lain. Muncullah peristiwa seperti menyontek, kerja sama saat ujian, menyuap guru, dan kecurangan lainnya untuk mencapai nilai yang didambakan.
Upaya curang ini dapat menanamkan benih karakter tidak baik kepada para siswa yaitu korupsi. Para siswa akan berpikir bahwa mereka bisa mendapatkan nilai yang tinggi tanpa perlu bekerja keras. Mental instan ini akan menjadi sesuatu benih yang tertanam dalam pemikiran. Benih yang mungkin akan tumbuh subur jikalau menghadapi kondisi yang sama jika sudah dewasa. Tentu saja kondisi yang sama ini masih ada. Dunia kerja masih mengenal dan mengutamakan nilai. Nilai tersebut bisa dalam bentuk uang, posisi, kehormatan. Pada saat bekerja nanti, benih ini bisa tumbuh subur. Sepertinya mereka tidak perlu lagi kompromi pada hal-hal tersebut. Toh, mereka bisa berdiri di tempat kerja mereka saat ini juga dengan melakukan korupsi dini terlebih dahulu. Mereka pun akan melakukan cara yang sama kalau bisa menumpuk kekayaan dengan cara curang yang pernah dicobanya saat sekolah. Jabatan yang tinggi pun bisa diperoleh dengan cara tersebut. Karakter tidak baik lainnya pun akan muncul seperti menjadi orang yang kurang mau berusaha, kurang bertanggung jawab, dan banyak lagi karakter tidak baik yang mengikuti, hanya karena korupsi. Ini sesuai prinsip bahwa setiap kejahatan akan melahirkan kejahatan lainnya.
Karena itu, berharap jika dibenahi sejak dini, krisis karakter yang ada dapat berkurang bahkan musnah di kemudian hari di Indonesia. Karena, jika tidak ada yang menanamkan benih karakter yang tidak baik, darimana karakter yang tidak baik tersebut dapat muncul. Biarlah kejadian seperti pohon yang terlambat dilakukan upaya pelurusannya tidak terjadi Karena Indonesia telah melakukan usaha yang maksimal untuk mengubah karakter bangsa, yaitu dengan mengubah karakter generasi mudanya

Solusi Untuk Mengubah Karakter Generasi Muda
Melihat dari realita generasi muda saat ini, kita akan bertanya, Mengapa? Apa yang terjadi? Ini karena kurangnya penanaman karakter dan nilai nilai keagamaan pada diri pemuda sejak usia dini. Jika kita melihat pembangunan saat ini, hampir kebanyakan lebih difokuskan ke arah fisik, yaitu bidang ekonomi dan teknologi. Jarang kita melihat ada pembangunan yang difokuskan ke arah pembangunan karakter. Padahal Pembangunan karakter adalah hal terpenting dalam suatu bangsa, sama penting dengan pembangunan lainnya
Salah satu cara untuk membangun karakter adalah melalui pendidikan-Pendidikan yang ada, baik itu pendidikan di keluarga, masyarakat atau pendidikan formal di sekolah harus menanamkan nilai nilai untuk pembentukan karakter. Tentunya mata pelajaran kepribadian sebagai pembentukan karakter harus digalakkan lagi. Karena selama ini, mata pelajaran tersebut hanya digunakan sebagai pelengkap kurikulum saja. Tetapi Mata Pelajaran Pengembang Kepribadian (MPK) yang selama ini diajarkan, hanya berhenti pada masalah penyampaian teoritis saja. MPK kurang memberikan bentuk pembelajaran secara konkret pada kaum muda di sekolah. Kaum muda yang mampu lulus dengan nilai tinggi dalam MPK ini, seringkali tetap mengalami kesulitan membangun suatu sikap dan kepribadian yang baik setelah hidup langsung di masyarakat. Hal ini tentu ironis sekali. Apa yang dapat dikatakan dari kejadian ini? Kemungkinan besar, kaum muda yang mengalami hal ini memang mampu menghafal teori-teori kepribadian yang diajarkan, tetapi mereka kesulitan berefleksi dan menerapkannya di dalam masyarakat, karena kurang terlatih.
Akibatnya, semua sikap dan perbuatan baik yang seharusnya dilakukan di masyarakat hanya bersifat coba-coba saja, tidak memiliki pegangan yang pasti; artinya jika tidak ada reaksi buruk dari masyarakat, berarti tindakan mereka baik, sedangkan jika ada protes, berarti buruk. Standar semacam ini tidak begitu valid, karena tergantung pada tahu-tidaknya masyarakat akan sikap-perbuatan yang dilakukan kaum muda; artinya hanya jika sikap perbuatan kaum muda sudah diketahui, baru bisa dinilai baik-buruknya dan dibenahi, bagaimana jika belum diketahui? Keraguan-keraguan dan salah pengertian tentang kebaikan inilah penyebab dasar terjadinya segala tindakan kurang bermoral di masyarakat, termasuk kejahatan karakter.
Karena itu, melihat situasi yang ada saat ini, pendidikan saja tidak cukup. Perlu diadakan suatu pembinaan rohani (mentoring). Ada banyak hal yang harus ditanamkan termasuk moral dan nilai nilai agama, karena dengan diperkenalkan pada agama, maka moral mereka akan terbentuk menjadi pemuda yang agamis. Peran agama tidak dapat diremehkan, karena dengan agama manusia bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, serta dengan agama pula, kita bisa tahu tentang cara hidup yang benar. Dengan agama pula, seseorang dapat menjadi lebih berintegritas, dan menjadi teladan, yang perilakunya sesuai dengan perkataannya. Akan lebih bagus jika pembinaan rohani ini dilakukan sejak dini. Misalnya dengan mengadakan pondok pesantren bagi umat Islam dan kamp rohani bagi umat nasrani. Tentunya dengan terlebih dahulu membina orang orang yang berbakat, yang selanjutnya diterjunkan ke sekolah sekolah atau kampus kampus untuk menjadi mentor. Selanjutnya anak didik (mentee) yang telah dibina ini dipersiapkan untuk juga menjadi mentor. Jadi telah terjadi regenerasi dan ada kesinambungan dalam pembinaan rohani
Pembangunan karakter tidak mungkin hanya bergantung pada diri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh lingkungan. Karena itu, marilah kita masing masing memberdayakan pendidikan karakter dan pembinaan agama untuk mengubah generasi muda. Karena dengan demikian berarti kita telah berjuang untuk mengubah bangsa ini.

Tuesday, January 27, 2015

Peringati Maulid Nabi, PK.PMII IAIN Banten Santuni Yatim Piatu dan Dhuafa

Serang-Dalam rangka memperingati maulid Nabi SAW. Pengurus Komisariat PMII IAIN SMH Banten menggelar santunan anak yatim dan kaum dhuafa, Minggu (25/01).
Acara yang bertempat di mushola Nurussalam Rt 02 Rw vB lingkungan Ciwaktu Lor Ds. Sumur Pecung Kota Serang itu diikuti oleh puluhan anak yatim dan kaum dhuafa yang berada dilingkungan sekitar. Acara tersebut dihadiri pula oleh sejumlah warga dan kader-kader PMII serta senior-senior PMII.

Rahman Ahdori, Ketua Komisariat PMII IAIN "SMH" Banten, mengatakan bahwa peringatan maulid nabi ini adalah sebagai implementasi dalam menjaga tradisi serta menjalankan nilai-nilai keislaman yang diperintahkan Rasulullah.

Acara yang mengmbil tema "Tauladan Nabi, Saling Berbagi" itu, menurut pria yang akrab disapa Ariel, dilakukan bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi dengan masyarakat.
"memperingati maulid melalui santunan dengan melibatkan masyarakat ini bertujuan untuk menyambung tali silaturahim antara warga dan PMII", ujar Ariel.

Acara itu juga dihadiri oleh Dr. Wawan Wahyudin,.M.MPd, senior PMII yang juga dosen IAIN Banten. beliau menyampaikan bahwa sebagai mahasiswa pergerakan haruslah tetap menjaga dan mengembangkan nilai-nilai Aswaja.

Tanggapan yang baik pula diungkap oleh salah satu tokoh agama setempat saat memberi sambutan. "hal semacam ini semoga terus dapat dilakukan dan dapat menjadi rekomendasi untuk kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainnya, mengingat mahasiswa sekarang haruslah lebih aktif terjun terhadap masyarakat", tukasnya.

Hal senada juga dilontarkan oleh Indra Irawan, sekjend PKC PMII Banten, ia mengatakan bahwa kegiatan semacam ini perlu dijadikan sebagai program tetap oleh PK PMII IAIN.
"Kegiatan semacam ini harus dilanjutkan bila perlu adakan semacam program kerja yang melibatkan masyarakat, kegiatannya diperhalus, diperbaiki, formulasinya seperti layaknya mahasiswa yang kuliah kerja nyata dimana itu bentuk pengabdian kepada masyarakat", ungkap Indra. (Nadia)

*PK PMII IAIN "SMH" Banten*

Thursday, November 13, 2014

PMII Banten Kecam Tindakan Refresif Oknum Aparat Kepolisian Terhadap Kader PMII Kota Serang

Ketua Umum PKC PMII Banten, Sulyantarudin, mengecam tindakan refresif aparat kepolisian terhadap kader PMII Kota Serang saat melakukan demonstrasi tolak kenaikan harga BBM bersama aliansi mahasiswa se Banten di depan gedung DPRD Provinsi Banten, Kamis, 13 November 2014.

Saat Mahasiswa berusaha masuk menerobos gedung DPRD Provinsi Banten, aparat kepolisian mengamankan dan menciduk dua kader PMII Kota Serang dengan bringas. "Kita, PKC PMII Banten, langsung mendapat laporan dari kader PMII Kota Serang bahwa yang diciduk dan langsung dibawa ke Polres Serang adalah Dandi Ridho, Ketum PC. PMII Kota Serang, dan Zenal, pengurus Komisariat PMII IAIN "SMH" Banten", ungkap Sulyantarudin.
"Kita mengecam tindakan refresif tersebut, semestinya pihak kepolisian tidak boleh menggunakan kekerasan dalam mengamankan aksi demonstrasi", imbuh Sulyantarudin.

Hal senada diungkapkan oleh A.Solahudin, Koordinator Biro Media dan Jaringan Publik PKC PMII Banten, pria yang akrab disapa Jayen itu juga mengecam tindakan aparat kepolisian. "Mengamankan sih mengamankan, tapi kalau sampe ada benturan fisik terhadap aktivis ya melanggar HAM dong", tukas Jayen.

"Demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM merupakan bentuk ekspresi mahasiswa dalam menyambung aspirasi rakyat, ini kok malah diciduk hingga dicekik oleh oknum aparat kepolisian", jelas Jayen.

Jayen juga mengatakan, jika terjadi dua
kader PMII Kota Serang yang diciduk mengalami luka fisik, PKC PMII Banten tidak akan tinggal diam dan akan menindak lanjuti persoalan ini. (Moch.)

Thursday, October 30, 2014

PKC PMII Banten Bicara Soal Kebangkitan Pemuda

Pemuda merupakan tonggak utama dalam sebuah perubahan bangsa, bangsa yang kuat adalah bangsa yang memiliki pemuda berkualitas serta berkepribadian sosial tinggi. Dalam momentum sumpah pemuda saat ini, sebagai refleksi bagi kalangan muda-mudi Indonesia. Sumpah pemuda yang tergabung dari berbagai elemen disegala penjuru daerah pada tahun 1928 hendaknya dijadikan spirit persatuan dan kebangsaan.
Sulyantarudin, Ketua Umum PKC PMII Banten, menjelaskan bahwa spirit pergerakan pemuda ditanggal 28 Oktober 1928 harus diwarisi oleh kita sebagai generasi bangsa. "Kita warisi spirit nasionalismenya sebagai refleksi yang kemudian diejawantahkan melalui optimisme serta gerakan nyata pemuda di era reformasi seperti sekarang ini", ungkap Mastur saat diskusi di acara Refleksi Sumpah Pemuda PKC PMII Prov. Banten, Serang, 28  Oktober 2014.

Bersamaan dengan itu, A. Solahudin, memaparkan bahwa tantangan pemuda saat ini berbeda dengan era pada saat terjadinya sumpah pemuda di tahun 1928. Namun substansinya sama, nasionalisme. "Saat ini bangsa kita telah merdeka, peran pemuda sekarang adalah mewujudkan esensi kemerdekaan yang di cita-citakan", ujar pria yang akrab disapa Jayen itu. "Pada era liberalisasi di segala bidang seperti sekarang ini, kita sebagai pemuda harus mampu berkompetisi dengan meningkatkan kompetensi dan mengembangkan life skill, agar tidak tergerus oleh arus globalisasi", imbuhnya disaat diskusi sedang berlangsung. Jayen menganggap bahwa liberalisasi merupakan eranya pasar bebas, yang tentu pada kenyataannya Negara kita telah menjadi bagian atas itu, pemodal menjadi pemeran utama dalam merekayasa keadaan sosial-politik saat ini. "Pada lini-lini strategis yang menjadi status quo perubahan sosial telah dikuasai pemodal, dari mulai eksekutif, legislatif maupun yudikatif semuanya didominasi pemodal untuk menguatkan taringnya dalam mengeksploitir sumber daya alam di Indonesia. Sementara pemuda semakin tergerus perannya", tukas Jayen.

Menanggapi hal tersebut, Abdul Jalil, berpendapat bahwa pemuda harus meningkatkan profesionalismenya di segala bidang. Tentu saja tetap menjadi sosial kontrol serta agen perubahan. "Sekarang, kita tingkatkan kualitas diri, serta fokus mengawasi kinerja pemerintahan dan berperan sebagai legitimasi akademik dalam setiap kebijakan, terlebih sekarang Kepemerintahan Indonesia baru", papar koordinator biro kaderisasi itu. Kader PMII Banten akan fokus meningkatkan profesionalisme, baik itu bidang pendidikan, ekonomi, politik, teknik industri, teknologi, pertanian dan sebagainya. "Dengan begitu, diharap kita bisa meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas menuju Indonesia mandiri", imbuh Jalil. (Moch.)