Sunday, October 5, 2014

IDUL ADHA SEBAGAI REFLEKSI PEMANTAPAN SPIRITUAL DAN SOSIAL MELALUI KURBAN

Oleh: Ridwanul Muhajir

Setiap orang yang beriman senantiasa mendambakan rahmat, maghfirah, dan ridha Allah SWT. Seluruh aktifitasnya – duniawiyah dan ukhrawiyah – ia maksudkan untuk memperoleh rahmat dan ridha Allah SWT. Bagi orang beriman tidak ada perbedaan antara aktifitas duniawiyah dan aktifitas ukhrawiyah. Sebab, keduanya dilakukan dengan niat untuk mencari ridha Allah. Ridha artinya senang. Kedua aktifitas itu dilakukan sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah. Bila kedua aktifitas tersebut sudah diridhai Allah maka tentu rahmat dan maghfirah-Nya pun akan dicurahkan Allah kepadanya. Demi memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha Allah, seorang yang beriman akan melakukan apa saja yang mungkin ia lakukan dan memberikan apa saja yang mungkin ia berikan; dan mengorbankan apa saja yang mungkin ia korbankan.

Kesadaran dan keinsyafan untuk berkurban karena Allah inilah yang merupakan makna hakiki dari “Id al-Adha. Makna ini akan dirasakan kemanfaatannya apabila diwujudkan ke dalam kehidupan realitas kita melalui makna instrumental-nya.

Secara harfiah ‘Id al-Adha artinya adalah Hari Raya Kurban. Dinamai demikian karena dimaksudkan untuk mengingat pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. dan keluarganya untuk dicontoh, diteladani, dan diwujudkan nilai-nilainya oleh orang-orang yang beriman.


Dalam kesederhanaan, nilai (ajaran) kurban ini tergambar di dalam penyembelihan hewan kurban itu sendiri; (1) niatnya karena Allah , (2) yang sampai kepada Allah bukan darah atau daging kurban tetapi keimanan dan ketakwaan orang berkurban,(3) daging kurban itu sendiri didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai kepedulian kepada lingkungan dan upaya meningkatkan kebersamaan solidaritas sosial.
(4) pendistribusian secara adil dan merata, dilakukan sebagai pengamalan perintah syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah.(5) dan pahala pertama, untuk orang yang berkurban itu sendiri dan kedua, untuk semua pihak yang mendukung dan menciptakan suasana yang kondusif hingga terselenggaranya aktifitas pengorbanan karena Allah. 

Pelajaran yang bisa kita ambil sebagai refleksi pemantapan spritual dari ibadah kurban adalah: dalam kehidupan ini tidak semata-mata materi, tetapi ada yang lebih dari itu, yaitu spiritual. Dalam kitab-kitab Fiqih disebutkan bahwa daging hewan korban harus di sodaqohkan dan tidak boleh dijual belikan. Karena itu, dalam berkorban kita diajari bahwa, dalam hidup ini semuanya tidak bisa sekedar materi, tidak sekedar dihitung dengan uang. Semuanya selalu diperhitungkan dengan uang. Kalau tidak punya uang tidak punya kehormatan sehingga diremehkan. Padahal uang bukanlah segala-galanya. Karena ada yang lebih dari itu, yaitu spiritualitas. Spiritual, yang berasal dari kata spirit yang berarti semangat. Semangat untuk berkurban, berjuang, melakukan sesuatu pekerjaan tidak sekedar mencari harta benda.
Refleksi sosial ibadah qurban bukan sekedar terletak pada pendistribusian daging qurban, tanpa mempertimbangkan aspek kebutuhan. Karenanya, formulasi pendistribusian daging qurban harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang dikategorikan sebagai pihak yang berhak menerima bagian qurban. Ini penting untuk diperhatikan agar efek dari qurban yang telah dilakukan dapat membumi. Sebagaimana paparan Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, makna sejati dari ibadah qurban adalah pendistribusian nilai-nilai humanis, tidak hanya pendistribusian daging.

Di tengah-tengah kondisi Indonesia paska mengahadapi pesta demokrasi baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden sampai dengan kepada terjadinya perombakan sistem dan perubahan undang-undang dari pemilihan umum kepala daerah (PEMILUKADA)pemilihan kepala daerah (PILKADA) yang begitu kontroversial yang baru-baru ini menjadi permasahalan yang begitu menghebohkan bahkan menjadi sorotan dan perbincangan dunia internasional yang berujung pada terjadinya perpecahan antara faksi satu dengan yang lain. belum lagi permasalahan korupsi dan kejahatan-kejahatan HAM membuat masyarakat semakin sulit untuk menghirup nafas segar dinegara separuh surga ini, sudah barang tentu akibat dari kondisi politik berdampak langsung pada laju pertumbuhan ekonomi serta tersendatnya perputaran perekonomian di Indonesia. Ditengah-tengah kesulitan masyarakat ditahun ini juga terjadinya kenaikan harga BBM yang sangat berpengaruh terhadap hampir semua orang di Indonesia kurban dirasa dapat membantu masyarakat dalam kondisi sepeti sekarang ini.
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al-Hajj: 28)

Marilah  kita senantiasa berusaha untuk dapat merealisasikan pesan-pesan ibadah qurban untuk selalu bersyukur atas rizky yang telah kita dapat serta kita makan dan minum, memelihara kebersamaan dalam mewujudkan sebuah kehidupan yang sehat, menumbuhkan semangat berkurban dalam mewujudkan "Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur" atau masyarakat yang sejahtera dan mampu merawat dan menjaga tradisi kebaikan demi kemaslahatan umat. Dengan tetap memelihara ruh dan jiwa pengorbanan yang telah kita dapatkan dari pelaksanaannya. Dengan cara itulah, segala daya, tenaga, harta dan waktu yang telah kita korbankan  demi tegaknya kebaikan dan tingginya kalimat Allah di muka bumi, akan senantiasa tersimpan di sisi Allah SWT, untuk kita dapatkan ganjarannya kelak di yamil hisab. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.


*Penulis adalah aktivis PMII Banten

No comments:

Post a Comment